-->
  • Jelajahi

    Copyright © BERITASOLO.COM | Berita Solo Terbaru, Berita Solo Terkini Hari Ini
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Follow us on

    Lima Bulan Pandemik, Kesadaran Warga Memakai Masker Masih Rendah

    BeritaSolo.com
    Kamis, 13 Agustus 2020, 10:30 WIB Last Updated 2020-08-13T03:30:39Z
    net/-
    BERITA SOLO ■ Gerakan Pakai Masker (GPM) sebuah organisasi relawan menjalin kerja sama resmi dengan Muhammadiyah melakukan kampanye pemakaian masker, untuk menekan penyebaran virus corona. Presiden Jokowi sendiri berulang kali menyebut, kepatuhan masyarakat Indonesia terkait pemakaian masker masih perlu ditingkatkan. GPM hadir, antara lain untuk merespon keprihatinan Presiden yang berulangkali disampaikan itu.

    Dalam penjelasan kepada media Rabu, 12 Agustus, Ketua GPM Sigit Pramono menyebut organisasi tersebut dicetuskan sejumlah tokoh bangsa mulai Kyai Mustofa Bisri atau Gus Mus, Buya Syafii Maarif, hingga jurnalis senior Andi F Noya.

    Mereka meyakini, memakai masker dan mematuhi protokol kesehatan yang sudah ditetapkan, menjadi jalan tengah terbaik bagi Indonesia. Memakai masker, kata Sigit, juga menempatkan masyarakat sebagai subyek tindakan, bukan sekadar obyek seperti ketika penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

    “Menurut saya, memakai masker adalah pilihan satu-satunya, karena pilihan lain sangat tidak menguntungkan. Misalnya kita melakukan PSBB lagi, itu akan membuat ekonomi memburuk, karena orang akan lebih banyak tinggal di rumah,” ujar Sigit.

    Sigit mengingatkan, masker sudah menjadi perangkat tak terpisahkan dalam pandemi flu Spanyol lebih seratus tahun yang lalu. Saat ini, masker juga menjadi alat perlindungan yang dipercaya untuk menekan resiko penularan virus corona.

    Masker adalah Jihad Kemanusiaan

    Di sisi yang lain, Indonesia saat ini berada di posisi 97 daftar negara aman Covid-19. China yang menjadi negara awal pandemi ini terjadi, mampu masuk ke urutan ketujuh karena kemampuan mereka bertindak tegas dan disiplin. Sementara Arab Saudi ada di urutan 17, dan mereka mampu menunjukkan kepada dunia kemampuan menangani Covid-19, antara lain melalui penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. China dan Arab Saudi, kata Sigit, menjadi negara yang mampu memperbaiki nama baik dan kepercayaan masyarakat internasional.

    Indonesia pun harus melakukan upaya yang sama, agar kepercayaan dunia internasional bahwa negara ini aman akan kembali diperoleh. Jika itu sudah datang kembali, ekonomi akan pulih kembali.

    “Kalau foto-foto berita positif semacam ini bereda di Indonesia maupun di luar negeri, saya yakin peringkat kita akan naik. Tantangan kita adalah bagaimana dengan Gerakan Pakai Masker ini, bangsa kita tertib protokol kesehatan, terutama pakai masker, jaga jarak dan cuci tangan. Ini tritunggal yang tidak terpisahkan,” kata Sigit.

    Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Agus Taufiqurrahman menyambut baik upaya bersama mengatasi penularan Covid-19. Muhammadiyah, kata Agus sejak awal percaya bahwa upaya menekan laju penularan adalah bagian dari jihad kemanusiaan.

    Agus memastikan seluruh struktur kepengurusan hingga paling bawah dan amal usaha, seperti rumah sakit, sekolah, dan perguruan tinggi Muhammadiyah menyukseskan gerakan ini.

    “Sesuai semangat dari Nabi Muhammad, kita tidak boleh melakukan kegiatan yang membahayakan diri sendiri dan orang lain. Maka memakai masker secara spiritual jelas adalah amal sholeh dalam rangka melindungi diri sendiri dan orang lain,” kata Agus.

    GPM bukanlah organisasi yang membagi-bagikan masker. Kampanye kesadaran lebih diutamakan untuk bersama-sama berperan mencegah penyebaran corona lebih jauh. Kerja sama ini akan mendorong masyarakat untuk swasembada masker, dengan membuat sendiri masker berbahan kain yang relatif aman.

    Perlu Pendekatan Berbeda

    Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan menekankan perlunya masyarakat disiplin memakai masker. Pemerintah bahkan merasa perlu meneken aturan khusus yang akan memberi sanksi bagi mereka yang tidak menaati protokol ini. Presiden juga berulangkali menyampaikan kekesalan, ketika mengungkapkan data terkait hal ini.

    Ketika meninjau posko penanganan Covid 19 di Bandung, Selasa 11 Agustus, presiden menyebut, ada provinsi di Indonesia yang diperkirakan 70 persen warganya tidak memakai masker.

    Antropolog dari Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Tasrifin Tahara melihat ada jarak sosial dan budaya yang tidak terkait dalam promosi protokol kesehatan ini. Masyarakat bawah merasa kaget, ketika banyak bagian dari kehidupannya sehari-hari harus berubah. Kekagetan itu bertambah ketika mengetahui, panduan perilaku itu ditetapkan organisasi kesehatan dunia (WHO), yang terasa begitu jauh dari kehidupan mereka.

    “Tiba-tiba hadir sejumlah instrumen atau pranata yang mengatur tata kehidupan, di luar dari nilai budaya mereka selama ini. Protokol kesehatan yang dibangun bagi masyarakat terasa asing, apalagi hadirnya itu top down, tidak menguatkan kelembagaan masyarakat, pada level bawah,” kata Tasrifin ketika dihubungi VOA.

    Dikatakan Tasrifin, aturan yang ditetapkan pemerintah hanya satu untuk seluruh wilayah. Sementara di sisi lain, masyarakat sangat beragam dari sisi tata nilai, pranata, aturan, dan tata kelakuan. Pengalaman Tasrifin di Sulawesi Selatan menunjukkan masih banyak muncul pertanyaan mengenai fungsi memakai masker, larangan berkumpul hingga pengaturan ibadah. Bahkan, definisi sehat, lanjut Tasrifin, berbeda antara apa yang ditetapkan pemerintah dengan apa yang diyakini masyarakat.

    Karena itulah, Tasrifin mengusulkan kampanye pemakaian masker disesuaikan dengan pranata lokal. Tidak bisa sebuah strategi tunggal diterapkan di seluruh Indonesia dengan begitu banyak suku. Strategi itu tidak bisa dirancang Satgas Covid-19 yang mayoritas tentara dan dokter. Dibutuhkan peran ahli ilmu kemasyarakatan untuk menyusunnya.

    Di Sulawesi Selatan, kata Tasrifin, masyarakat mengikuti patronase dengan jalur ekonomi. Masyarakat akan cenderung patuh kepada seseorang yang berperan besar secara ekonomi dalam kehidupan mereka. Karena itu, gerakan memakai masker misalnya, hanya akan efektif di kawasan ini jika penggeraknya adalah para saudagar atau pemberi kerja.

    “Tokoh-tokoh yang menjadi aktor promosi kesehatan atau penanggulangan Covid, bisa digunakan dalam kerangka hubungan ekonomi. Selain tetap menerapkan kampanye melalui tokoh adat dan tokoh agama, tetapi variabel yang penting di Sulawesi Selatan adalah dalam kerangka hubungan ekonomi,” tambah Tasrifin.

    Sulawesi Selatan adalah provinsi dengan kasus positif Covid 19 terbanyak peringkat ke-4 secara nasional pekan ini.

    Partner Sindikasi Konten: VOA
    Diterbitkan: beritasolo.com
    Editor: Aisha Syifa



    Komentar

    Tampilkan

    Berita Terbaru